Nasional-isme

 

Nasionalisme bukanlah sikap yang bisa dipaksakan, kecuali tumbuh dari kesadaran pribadi. Kebanggaan dan kecintaan terhadap tanah air sebagai tumpah darah adalah suatu keniscayaan bagi setiap orang. Orang Idonesia (bangsa Indonesia) tentulah akan bangga sebagai bangsa Indonesia, begitu juga dengan bangsa-bangsa lain.

Mengaku sebagai orang yang paling nasionalis, sementara orang lain tidak nasionalis tentulah bukan sikap seorang patriot, pengakuan terhadap diri sendiri biasanya lebih berkonotasi sebagai kesombongan. Eksistensi seseorang akan riil jika mendapatkan pengakuan dari pihak lain, bukan dari dirinya sendiri.

Kemajemukan Indonesia adalah kekayaan tersendiri yang mempunyai kelebihan, berbagai suku bangsa dengan aneka ragam budaya, beribu pulau yang bertebar di bentang lautan Indonesia dengan aneka hasil bumi maupun hasil laut adalah kekayaan luar biasa apabila dikelola dengan benar dan baik. Kesenjangan sosial dan kemiskinan tentulah menjadi ironi tersendiri bagi negeri "gemah ripah loh jinawi" ini. Akankah hal ini akan berlangsung lebih lama lagi ? Jawabannya ada di dalam dada masing-masing kita yang terlahir sebagai bangsa Indonesia ini. Bukankah Allah telah memberikan warning didalam salah satu surat 

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ         

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (QS. Ar-Ra’d 13 : 11).

Keragaman suku yang ada di Indonesia sudah barang tentu memikiki ragam budaya dan tradisi yang ada dalam masyarakat itu sendiri, jangan lagi yang terpaut dengan jarak yang jauh yang dekatpun, dalam satu propinsi atau satu wilayah kabupaten saja sudah memiliki tradisi yang berbeda. Dari keragaman itu jika tidak ada alat pemersatu tentulah akan menjadi persoalan tersendiri. 

Pancasila, sebagai azas kehidupan berbangsa adalah alat untuk mempersatukan bangsa yang majemuk ini, setelah diawali dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa lalu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, kemudian sila ke 3 adalah Persatuan Indonesia dilanjutkan dengan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan dan diakhiri dengan sila Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Lima rangkaian sila yang tidak mungkin akan bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya adalah hasil pemikiran mendalam para pendiri bangsa dan ijtihad para ulama.

Coba bila kita perhatikan di sila ke 3 Pancasila, adalah sila yang terinspirasi dari ayat :

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْناكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثى وَجَعَلْناكُمْ شُعُوباً وَقَبائِلَ لِتَعارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Bersyukur kita yang dikaruniai Allah SWT untuk dilahirkan di bumi pertiwi Indonesia nan subur membentang di garis katulistiwa.

<Bambang Ef HW>
Tumpang, 19 Agustus 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelas 2 (B. Jawa/angka takeran)

Kelas 3 (B. Jawa)

Kelas 6 (b. Jawa/macapat ll)